KAUM FUNDAMENTALIS DALAM ISLAM
A. PENGERTIAN FUNDAMENTALISME DAN
DASAR-DASARNYA.
Fundamentalisme adalah adalah
sebuah gerakan dalam sebuah aliran, paham atau agama yang berupaya untuk
kembali kepada apa yang diyakini sebagai dasar-dasar atau asas-asas (fondasi),
oleh sebab itu pengikut kelompok-kelompok paham ini seringkali berbenturan
dengan kelompok-kelompok lain bahkan yang ada dilingkungan agamanya sendiri,
dikarenakan anggapan diri sendiri lebih murni dan benar daripada lawan-lawan
mereka yang iman atau ajarannya telah “tercemar”. Ini semua biasanya didasarkan
pada tafsir atau interpretasi secara harafiah semua ajaran yang terkandung
dalam kitab Suci atau buku pedoman lainnya.
Secara historic, istilah
“Fundamentalisme” pada dasarnya diatributkan pada sekte protestan yang
menganggap injil bersifat absolute dan sempurna dalam arti literal sehingga
mempertanyakan satu kata yang ada dalam injil dianggap dosa besar dan tak
terampuni.
Dalam hal ini, kamus Oxford
mendifinisikan kata Fundamentalisme sebagai “pemeliharaan secara ketat atas
kepercayaan agama tradisional seperti kesempurnaan injil dan penerimaan literal
ajaran yang terkandung didalamya sebagai fundamental dalam pandangan Kristen
protestan.
Konsep asal Fundamentalisme itu
sekarang menjadi bagian masa lalu, selama lebih dari dua setengag dekade,
interpretasi baru dari istilah ini menjadi populer karena disinonimkan dengan
ekstremisme dan radikalisme yang berakar dari intoleransi agama.
Berbicara mengenai istilah
Fundamentalism, banyak para sarjana (kususnya sarjana Muslim) mengakui bahwa
penggunaan istilah “Fundamentalisme” sangat prolematik dan tidak tepat. Kaum
Syiah yang dalam suatu pengertian umumnya dikenal sebagai Para Fundamentalis,
tidak terikat pada penafsiran harfiah Al-Qur’an.
William Montgomery Watt
mendefinisikan bahwa kelompok fundamentalis Islam adalah kelompok muslim yang
secara sepenuhnya menerima pandangan dunia tradisional serta berkehendak
mempertahankannya secara utuh.
Fazlur Rahman sendiri tampaknya
kurang suka memakai istilah fundamentalisme, lebih suka memakai istilah Revivalism.
Seperti dalam bukunya Revival and Reform in Islam. Rahman yang
digolongkan sebagai pemikir neo-modernis mengatakan bahwa pergerakan reformasi
sosial pra-modern yangmenghidupkan kembali makna dan pentingnya norma-norma
Al-Qur’an disetiap masa. Mereka adalah kelompok pra-modern
“fundamentalis-tradisional-konservatif” yang memberontak melawan penafsiran Al-Qur’an
yang digerakana oleh tradisi keagamaan, sebagai perlawanan terhadap penafsiran
yang disandarkan pada hermeneutika Al-Qur’an antar teks(inter-textual). Menurut
Rahman,dalam daftar kosa katanya, “fundamentalis” sejati adalah orang yang
komitmen terhadap proyek rekontruksi atau rethinking (pemikiran kembali)
Fazlur Rahman menggunakan
istilah kebangkitan kembali ortodoksi untuk kemunculan gerakan fundamentalisme
Islam. Gerakan ortodoksi ini bangkit dalam menghadapi kerusakan agama dan
kekendoran serta degenerasi moral yang merata di masyarakat muslim di sepanjang
propinsi-propinsi Kerajaan Utsmani (Ottoman) dan di India. Ia menunjuk gerakkan
Wahabi yang merupakan gerakan kebangkitan ortodoksi sebagai gerakan yang sering
dicap sebagai fundamentalisme.
Fundamentalisme merupakan salah
satu fenomena abad 20 yag paling banyak dibicarakan. Fudamentalisme selalu
muncul dalam setiap agama besar dunia, tidak hanya Kristen dan Islam,
Fundamentalisme juga terdapat pada agama Hindu, Budha, Yahudi dan
Konfusianisme.
sehingga belum ada definisi yang
jelas megenai istilah “Fundamentalisme” itu sendiri dikarenakan kemunculannya
bermula pada pengistilahan yang dipakai oleh kaum protestan Amerika awal tahun
1900-an untuk membedakan diri dari kaum protestan yang lebih liberal.[5],sehingga sejak saat itu, istilah
“fundamentalisme” dipakai secara bebas untu menyebut gerakan-gerakan
purifikasi(pemurnian ajaran) yang terjadi diberbagai agama dunia dan mempunyai
pola-pola tertentu dikarenakan fundamentalisme tersebut merupakan mekanisme
pertahanan(defense mechanism) yang muncul sebagai reaksi atas krisis yang
mengancam.
Dengan modifikasi konsep Martin
E. Marty, prinsip dasar fundamentalisme agama dipilah Azyumardi Azra (1993) ke
dalam empat ragam:
1. Oposisionalisme. Setiap
pemikiran dan arus perubahan yang mengancam kemapanan ajaran agama harus
senantiasa dilawan.
2. Penolakan terhadap
hermeneutika. Pada titik ini, teks suci serta-merta menjadi ruang yang kedap
kritik.
3. Penentangan akan pluralisme
sosial. Masyarakat mesti seragam dan tak boleh beragam.
4. Pengingkaran terhadap perkembangan
historis dan sosiologis umat manusia.
Bentuk ideal keagamaan
masyarakat dijawab dengan nostalgia sejarah melalui ajakan untuk selalu kembali
ke masa lalu. Corak-corak dasar inilah yang membentuk sikap, pola pikir, serta
perilaku keberagamaan seseorang. Ajaran agama harus senantiasa menjadi
fundamen, dan setiap agama tentulah mensyaratkan hal itu.Hanya saja,yang laik
diperselisihkan adalah mengapa sikap fundamental itu bersifat dokrinaldan
cenderung kaku sehingga ia tidak kuasa bergerak palstis mengikuti kelenturan
perkembangan sosial?
Dalam bahasa abid al-jabiri
mengatakan ketika upaya kebebasan(Ijtihad) dibekukan dan klaim kebenaran telah
final dipetakan, saat itulah fundamentalisme lahir dengan keperkasaan yang
dipaksakan. Oleh sebab tiu,fundamentalisme yang pada dasarnya bersifat positif
lalu bergerak liar secara negative dan destruktif. Ruh agama tak lagi dijadikan
kekuatan pembebas yangmenjunjung nilai luhur kemanusiaan (humanisme) dalam
porsi yang pantas sebaliknya ia justru dijadikan kekuatan penebas yang
memenggal paham dan pemikiran yag berbeda dan tak selaras.
Tepat di aras inilah sebenarnya
urat nadi persoalan fundamentalisme agama terterakan. Dalam bahasa Abid
al-Jabiri, ketika upaya kebebasan (baca: ijtihad) dibekukan dan klaim kebenaran
telah final dipetakan, saat itulah fundamentalisme lahir dengan keperkasaan
yang dipaksakan.
Fundamentalisme merupakan gejala
tiap agama dan kepercayaan untuk mempresetasikan pemberontakan terhadap
moderntas seperti yang dikatakan oleh Karen Armstrong.\
SEBAB-SEBAB MUNCULNYA KAUM
FUNDAMENTALIS
Penyebab bermunculannya kaum
fundamentalis diakibatkan arus globalisasi yang tidak terbendung yang tidak
terfiltrasi oleh masyarakat sehingga menyebabkan lahirnya perilaku
masyarakat yang inmoral dan menyimpang dari norma-norma agama. Masuknya
kebudayaan luar ke suatu daerah yang cenderung merusak tatanan hidup masyarakat
yang telah terikat dengan nilai-nilai luhur religiutas. hal ini menyebabkan
kekhawatiran akan tercabutnya akar-akar tatanan sosial masyarakat madani.
kaum fundamentalis muncul sebagai penyaring dan pembendung dari hancurnya
norma-norma agama.
Fundamentalisme berlebihan dari
suatu golongan dapat berakibat radikalisme Karena keegoan golongan yang tidak
jarang bahkan merugikan golongan yang lainnya.berikut ini adalah beberapa
contoh dari fundamentalis yang berbuah fanatisme :
1.
kaum Kristen di bawah peter sang pertapa (peter the hermit) dan
paus urban II dengan Pidato mereka yang berapi-api kepada masyarakat eropa
berhasil menghapuskan perdamaian dengan kaum muslim dengan mengirimkan tentara
dibawah pimpinan Godfroi de bouillon untuk merebut yerussalem.mereka berhasil
merebutnya dengan darah kaum muslim dan yahudi yang membasahi bumi yerussalem.
2.
Masyarakat fundamental yahudi dengan pemimpinnya seorang yahudi jerman,
Karl Heinz membentuk zionisme untuk mengusir dan merebut tanah palestina bahkan
mengusir semua rakyat palestina untuk keluar dari negaranya.mereka berhasil
merebut palestina melalui perjanjian belfour.bahkan pertumpahan darah masih
terjadi hingga detik ini.
3.
Kaum fanatisme India berperang pada tahun 1971 dengan kaum urdu sehingga
terbentuklah negara Bangladesh. Begitupun perebutan antara India yang
notabene adalah umat hindu dengan Pakistan yang mayoritas muslim untuk
memperebutkan Kashmir.
4.
Perang agama antara Katolik lawan Protestan di Eropa berlangsung amat
lama. Di Jerman berlangsung dari tahun 1530-1555M. Di Perancis menimbulkan
Perang Huguenot dari tahun 1562-1693M. Tapi ketika Protestan Jerman berhasil
dikalahkan Katolik Jerman, perang berubah jadi Katolik4 Jerman lawan Katolik
Perancis. Perancis mencoba menghancurkan dinasti Habsburg, walau juga menganut
Katolik. Akibatnya perang berlarut hingga 30 tahun, dari tahun 1618-1648M.
Sedang di Inggris, perang agama antaraKatolik lawan Anglikan, walau telah
berlangsung selama 398 tahun hingga sekarang belum juga berakhir.
Semua hal diatas adalah sebab
akibat yang lahir dari gerakan fundamentalis sehingga berbuntut pada fanatisme
berlebihan pada suatu golongan.
B.
BENTUK DAN RAGAM FUNDAMENTALISME
Imam Khatami, mantan presiden
Iran, tidak segan-segan mengkrtik kubu fundamentalisme yang secara kaku
menerjemahkan prinsip-prinsip agama sebagai “ramuan” masa lalu. Baginya
fenomena agama mempunyai historis sosiologis sendiri. Dalam lingkup ini,
histories sosiologis membentuk doktrin agama dengan menyesuaikan karakteristik
konteks sosiologis yang melingkupinya, kalangan garis keras kini tidak
menyadari hal ini. Mereka masih menduga bahwa permasalahan sekarang dapat
ditanggulangi rumusan klasik. Padahal genap diyakini histories sosiologis
anatara dulu dan sekarang sudah jauh berbeda,Maka belum tentu racikan orang
pendahulu bisa dipakai orang sekarang.
Dalam orasinya ketika berkunjung
ke cairo Mesir, Imam Khatami membagi Fundamentalisme ke dalam dua bagian:
1.
Fundamentalisme “yang keterlaluan”(Ushuliyyah mutharrifah)
2.
Fundamentalisme “yang dikehendaki”(Ushuliyyah mathlubah).
Potrek fundamentalisme kedua ini
termasuk dalam kategori anjuran agama yang diartikan memegang teguh nilai-nilai
dasar yang digariskan islam,karena itu ia tidak menjadi masalah. Sedangkan yang
sering menimbulkan masalah adalah potret fundamentalisme yang pertama
dikarenakan banyanya sinyalement yang menunjukan dampak ekstrim mereka
menyengsarakan umat. Perilakunya selalu terror. Fundamentalisme pertama sangat
rawan mengancam stabilitasa keamanan bersama dikarenakan nalar yang ekstrim
tersebut lahir karena masih “dibumbuhi”doktrin masala lalu,bagi mereka, rumusan
doktrin tersebut adalah segala-galanya. Maka tidaklah heran seandainya realitas
sebagai aspek historitas sosiologis jika tidak sesuai dengan doktrin mereka,
pasti akan ditolaknya, Liku-liku perjanan realitas yang berubah dipaksa tunduk
ketentuan paten yang dihasilkan ulama tempo dulu.
Ulil Absar dari Jaringan Islam
Liberal (JIL) dalam pengantar pada buku karangan Sumanto Al-Qurtubi “Lubang
hitam Agama” Mengkritik fundamentalisme agama, mengungat islam tunggal. Menurut
beliau ada dua model fundamentalisme:
1.fundamentalisme
rejeksionis
2.Fundamentalisme
eskapis-pietistik.
Model yang kedua menghendaki
suatu cara hidup yang “lain” yang berbeda dari cara hidup sekuler sehigga menjadi
jawaban atas problem keterasingan yang dialami manusia modern karena
ia lahir dari perasaaan was-was,kawatir dan terancam dari sekularisme. Pada
dasarnya fundamentalisme adalah kembali pada simbol-simbol keagamaan untuk
mencari “rasa aman” dan ini terjadi pada pemeluk agama apapun. Pemeluk Islam
mengenakan jilbab, orang nasrani memakai kalung salib, dan pemeluk agama yang
lain pun memperjelas identitas keagamaan mereka. Muncul pula trend kaum lelaki
muslim saling mencium pipi, dan umat nasrani saling mengucapkan “Syalom” ketia
bertemu.
Sedangkan Fundamentalisme
rejeksionis sangat bertentangan dengan pluralitas bangsa ini. Bahkan,
bertentangan pula dengan kehendak tuhan tentang kebhinekaan,keberagaman.sebab
itulah tuhan menciptakan manusia itu dari laki-laki dan
perempuan,berbangsa-bangsa dan bersuku-suku.
Fundamentalisme Rejeksionis
memandang kehidupan ini dengan “kacamata kuda” Merasa paling benar sendiri,
paling selamat sendiri, paling hebat sendiri, dan orang lain atau kelompok lain
tidak ada yang benar. Fundamentalisme semacama ini yang kemudian melahirkan
terror dan konflik dimana-mana, dan ini bukan monopoli pemeluk agama tertentu,
melainkan dapat muncul dalam agama apapun karena agama bagi mereka sudah
menjadi tujuan,bukan lagi sekedar jalan atau jembatan menuju tuhan.
FUNDAMENTALISME ISLAM
Fundamentalisme Islam bukanlah
bayi yang baru lahir abad ke 19 atau 18, melainkan ia sudah ada sejak abad ke 6
dan 7. Pada zaman-zaman awal perkembangan Islam, telah muncul perpecahan di
tengah ummat. Perpecahan awal tersebut sudah terjadi ketika Nabi wafat. Ummat
Islam saat itu terpecah setidaknya dalam tiga kelompok untuk menentukan siapa
pengganti Nabi. Perpecahan itu semakin nyata ketika Khalifah Utsman memerintah
dan akhirnya terbunuh oleh sebuah gerakan pemberontakan yang menganggap Utsman
nepotis. Khalifah Utsman kemudian digantikan oleh Ali. Pada masa Ali inilah
terjadi perang Siffin yang sangat terkena dengan arbitrasenya. Dari sana pula
ummat Islam semakin terpecah dalam tiga kelompok besar. Salah satu kelompok
yang sangat radikal adalah Khawarij. Kelompok Khawarij ini banyak disebut
sebagai cikal bakal fundamentalisme Islam. Kelahiran Khawarij sendiri disebut
sebagai fitnatul qubro (fitnah besar). Khawarij melawan kelompok
Muawiyah (pendukung Utsman) dan juga kelompok Ali.Maraknya terorisme dan
radikalisme yang berasal dari fundamentalisme Islam membuat banyak kalangan
ketakutan atas memudarnya citra Islam yang baik, damai, dan mengayomi semua
ummat manusia. Lalu dibikinlah sebuah teori, bahwa fundamentalisme Islam tidak
ada hubungannya dengan Islam itu sendiri;fundamentalisme Islam adalah fenomena
baru yang muncul di abad 19 atau 18; fundamentalisme hanyalah semacam reaksi
terhadap tatanan kehidupan yang lebih global saat ini.
Orang-orang menyebut fundamentalisme
Islam sebagai gerakan pembebasan ketertindasan dari pihak Barat yang hegemonik
dan dominatif. Hampir senada dengan itu, Karen Amstrong dan kawan-kawan melihat
fenomena fundamentalisme sebagai reaksi terhadap modernitas yang semakin
meminggirkan peran agama dalam kehidupan.
Menurut Armstrong, The
Beattle for God, perayaan modernitas dan pengagungan subjek manusia
ternyata mengosongkan relung kultur manusia. Berbeda dengan kaum fundamentalis
dari golongan lain,fundamentalis islam lahir dari keterpurukan akan kezhaliman
dan penindasan.akar-akar imprealisme yang mencengkram jantung negeri-negeri
ahli qur’an membuat bangkitnya pergerakan pergerakan yang mengatasnamakan
pembelaan terhadap nilai-nilai agama dan akidah yang terancam oleh para
penindas.Pembentukan ARAMCO (Arabian American oil company) di Saudi Arabia yang
notabene menguntungkan pihak amerika dan merugikan rakyat Saudi telah
melahirkan seorang Osama bin Ladin yang menentang imprealisme amerika di
Saudi Arabia.pembentukan inggris di mesir melahirkan seorang Mujaddid Hasan al
Banna yang mendirikan Ikhwanul Muslimin.konspirasi zionis di palestina telah
Membakar semangat kaum muda palestina dengan HAMAS, brigader al aqsha. Kaum
fasis Italia yang menginvasi libya telah membuat syeikh umar al mukhtar (lion
du dessert) Mengangkat senjata. Seperti hukum Archimedes,jika sebuah benda di
masukkan ke dalam air,maka Tekanan yang diberikan sama besarnya ke permukaan
air,sama halnya,ketika kaum penindas menzhalimi kaum muslim,mereka tidak sadar
bahwa mereka telah melahirkan pergerakan dan harakah-harakah yang dengan gigih
mempertahankan nilai-nilai luhur akidah dan harga diri mereka.dan jelaslah
jawaban islam terhadap hal ini,perlawanan dan pergerakan
militansi.pengusiran,pengeksploitasian bangsa dan tanah air telah membangunkan
kaum fundamentalis untuk bergerak.
C.
PERGERAKAN-PERGERAKAN YANG LAHIR DARI KAUM FUNDAMENTALIS
ORGANISASI-ORGANISASI
FUNDAMENTALIS ISLAM
Masuknya dunia barat dalam
invasinya ke dunia islam telah menyebabkan bermunculannya organisasi-organisasi
fundamentalis garis keras.
Harakah-harakah islamiah,
diantaranya:
1.
JABHAH ISLAMIYAH LI TAHRIRI MORO 45.
Front ini merupakan gerakan
islam pertama dan terpenting di Filipina.dirikan pada tahun1960-an oleh
sejumlah muslim Filipina yang merupakan alumni universitas Filipina,serta
universitas-universitas lain yang ada di negara-negara arab dan
Pakistan.dipimpin oleh Nour Misouri.menurut mereka penduduk Filipina yang
beragama nasrani adalah penjajah karena pada awalnya negara Filipina adalah
muslim, sebagaimana halnya Indonesia.
Kemudian imprealisme amerika
datang ke negeri ini dan mebawa sejumlah imigran untuk ditempatkan di
wilayah-wilayah kaum muslimin.gerakan zionisme sendiri memiliki peranan penting
dalam mengusir kaum muslimin ke wilayah selatan yaitu mindanao,sulu dan
balawan.usaha ini juga dibantu oleh missionaries-missionaris Kristen dan
organisasi teroris ilaja.yang dirikan dalam sebuah operasi militer yang
dilakukan pemerintah Filipina, dengan tujuan membunuh tokoh-tokoh islam
Filipina yang menginginkan kemerdekaan.tapi sayangnya pemerintah berhasil
memecah persatuan front ini menjadi beberapa gerakan,yaitu:front islam
pembebasan moro, harakah Islamiyah Abu sayyaf, serta jama’ah bidnanton,
jama’ah dimas dan jama’ah Rasyid Luqman.
2.
HIZBULLAH LIBANON
Hizbullah adalah sebuah gerakan
yang menawarkan islam sebagai alternatife semua propaganda pemikiran politik
yang marak di libanon. Hanya islam sebagai Manhaj, perilaku, politik, dan
pemikiran sehari-hari. Hizbullah yang berarti partai ALLAH Itu, dengan
ideologinya adalah organisasi meiliter yang menyerukan jihad sebagai symbol
Melawan kekuatan asing,terutama amerika sebagai musuh orang-orang yang
tertindas Dimuka bumi ini.pemerintah yang melanggengkan pendudukan zionis juga
merupakan Musuh mereka.dalam pembentukan hizbullah ini, disebutkan bahwa
Ayatullah Muhammad Ja’fari pada tahun 1973 di kota qumm, Iran, ketika meninggal
akibat siksaan Dinas rahasia iran, savak, dia mengucapkan kalimat
terakhirnya”tidak ada partai lain Kecuali hizbullah”. Maka
anaknya, Hadi al-Ja’fari, kemudian membentuk gerakan rahasia Yang menjadi
embrio pembentuka Hizbullah.jumlah mereka saat ini berjumlah satu juta Orang
yang tersebar di libanon, negara-negara teluk, India, Pakistan, bahkan Eropa.
3.
AL-QAEDA
Adalah organisasi rahasia yang
didirikan oleh Osama bin Ladin, sesosok pemuda islam yang banyak memberikan
sumbangan, khususnya dana, kepada lembaga atau organisasi Islam untuk
memperjuangkan islam di seluruh penjuru dunia. dia juga tidak senang
kehidupan kerajaan yang berpola barat. namun melihat kezhaliman amerika
dan negara- negara barat lainnya terhadap kaum muslimin di berbagai negara didunia,
Osama merasa tidak terima lalu bergabung dengan para pejuang muslimin, kala itu
afganistan. Di bawah bendera al-qaeda, kelompok Osama bersama-sama dengan
kekuatan pejuang afghan melawan komunis unisoviet dan berhasil mengusir mereka
dari afganistan. Sayangnya osama yang kala itu dibantu secara rahasia oleh agen
rahasia amerika CIA dalam melawan soviet, setelah tak lagi dianggap mau
memenuhi keinginan amerika dan barat,kelompoknya pun diperangi oleh barat.osama
dan kelompoknya,juga kalangan taliban, kian merasa muak dengan tingkah barat,
sehingga memutuskan melawan barat dan semua sekutu mereka.merasa semua
perbuatannya membuat malu kalangan keluarga kerajaan Saudi, pemerintah akhirnya
mencabut kewarganegaraan osama bin ladin. kini perjuangan kelompok al qaeda
terus berlanjut ke berbagai negara, khususnya kawasan timur tengah. Omar
al faruq, sosok yang paling dicari aparat keamanan Indonesia, dinilai memiliki
hubungan dengan JI di Asia Tenggara.
4.
NURSIYAH
Nursiyya adalah para pengikut
Said Nursiy (1873-1960 M), seorang berkebangsaan Turki yang lahir di
wilayah Nursi. mereka menjuluki Said Nursiy julukan Badi’u az- Zaman
(reformis masa sekarang). Said Nursiy memerintahakn semua rakyat Turki
untuk memeluk agama islam, karena islam adalah agama yang benar, yang tidak
bertentangan dengan akal manusia. Kezaliman yang dilakukan oleh Musthafa Kemal
Attaturk, yang pemerintahannya adalah system thaghu t(setan).
Ajaran islam yang diserukan oleh said Nursiy adalah ajaran ahlu sunnah
(sunni). Usianya dihabiskan untuk berjihad melawan kezaliman,
kapitalisme, komunisme, filsafat matrealistik, sekulerisme dan imprealisme.
Perlawanannya dilakukan ketika
pemerintah menghapus pelajaran-pelajaran islam di sekolah dan menggantinya
dengan pelajaran yang mengarah ke sekularisme. padahal Islam sebagai sebuah
agama sangat memperhatikan aspek akal dan ilmu pengetahuan. Bahkan islam
menganjurkan kepada ummatnya untuk tidak melupakan kedua aspek
tersebut.said nursiy di penjara karena dianggap telah menentang aliran
kamaliyyah yang Di anut oleh Mustafa kemal attaturk (sekulerisme). meskipun
dipenjara,tulisan-tulisan Nursiy tetap digemari masyarakat,ajaran-ajarannya
tetap diamalkan oleh banyak orang. Setelah beliau meninggal dunia,pemimpin
kelompok ini adalah Barik beirk.ia menetap di Saudi Arabia dan bekerja seagai
pengacara.kelompok ini memberikan dukungan kepada Partai-partai yang
memperjuangkan islam seperti Hizb as-salamah al wathani, hizb Ar rafah (partai
kesejahteraan), hizb al-‘adalah (partai keadilan), hizb thariq al-mustaqiem.
D.
LANDASAN TEOLOGIS FUNDAMENTALIS ISLAM
Satu ciri keunikan Islam adalah
bahwa semua kelompok yang sangat berbeda sekalipun masing-masing tidak pernah
lari dari sumber ajaran Islam (al-Qur’an dan hadits). Bukanhanya Islam
fundamentalis yang mencari rujukan al-Qur’an, tapi juga Islam liberal, bahkan
kaum sekuler Islam pun mengklaim punya landasan dalam al-Qur’an itu sendiri.
Tidak sulit menemukan ayat-ayat provokatif yang ada dalam al-Qur’an yang
seakan-akan melegitimasi gerakan fundamentalisme.
Terminologi
fundamentalisme dalam pengertian yang beredar di kalangan pers,
kebudayaan, dan politik modern adalah terminologi yang tumbuh di Barat dan
memuat kandungan pengertian Barat. Sedangkan terjemahan kedalam Bahasa Arab
dengan al ushuliyah yang berarti mempunyai akar Islam dan mengandung
makna Islami adalah kandungan makna dan konsep lain yang berbeda dengan
pengertian yang sekarang lazim dipahami menurut visi Barat dan yang dimaksud
oleh para pengedarnya.
Perbedaan
dalam pengertian dan konsep ini dengan kesamaan dalam terminologi, sebagai
“wadah”, merupakan satu hal yang banyak beredar di kalangan Arab dan kaum
Muslimin; begitu juga di kalangan Barat dengan beberapa perubahan sesuai dengan
kebudayaan setempat. Istilah ini juga banyak mengalami pembauran dan
pencampuran dalam kehidupan budaya, politik dan pers modern dimana sarana
komunikasi telah mencampur aduk istilah-istilah sehingga satu istilah dapat
mempunyai pengertian, latar belakang, muatan terminologis serta isyarat yang bermacam-macam.
Umpamanya
terminologi al yasar (leftist) memberi isyarat pengertian dalam
pemikiran Barat untuk para pekerja, golongan miskin, dan orang- orang yang
membutuhkan materi. Sedangkan dalam pengertian Arab Islam terminologi ini
memberi pengertian sebaliknya, yaitu: golongan kaya, yang mendapat kemudahan
materiil dan makmur.
Contoh
lain adalah istilah al yamin (rightist) menunjukkan, dalam pemikiran
Barat, pada pengertian golongan terbelakang, reaksioner dan statis (golongan
kanan), sedangkan dalam pemikiran Arab Islam, istilah ini dipakai untuk
orang-orang yang beriman dan beramal shalih (ashhab al yamin): menyambut
seruan Tuhan mereka, menyadari dan mengimani hari perhitungan dan mereka
menerima catatan amal dengan tangan kanan (al yamin), yaitu kekuatan,
keteguhan, dan ketenangan. Oleh karena itu – sebagaimana telah dikemukakan
terdahulu — Ibnu Badis (1189-1940) memohon dalam doanya kepada Allah dengan
ucapan:
“Ya
Allah, jadikanlah hamba di dunia termasuk ahl al yasar (orang yang mendapat kemudahan material) dan
jadikanlah hamba di akhirat termasuk ahl al yamin (orang yang menerima
catatan amalnya dengan tangan kanan atas iman dan amal sholehnya)!.”
Fundamentalisme
dalam lingkungan Barat adalah, pada dasarnya, sebuah gerakan Protestan yang
tumbuh di Amerika dan muncul pada abad 19 Masehi dari kalangan gerakan yang
lebih luas yaitu Messianik yang meyakini kembalinya Kristus secara fisik ke
dunia sekali lagi untuk memerintah dunia selama seribu tahun yang mendahului
hari pembalasan dan perhitungan.
Sikap
pemikiran yang membedakan faham fundamentalisme ini adalah interpretasi harfiah
terhadap kitab Injil dan teks-teks agama yang diwarisi, dan sikap menentang
mentah-mentah terhadap warna interpretasi lain apapun terhadap teks-teks ini,
meskipun – seperti yang banyak terjadi – berupa teks-teks alegoris (majazi) spirituil
dan simbol-simbol sufistik, disamping menentang kajian kritis yang ditulis
tentang Injil dan Kitab Suci. Berangkat dari penafsiran harfiah terhadap Injil
tersebut kaum fundamentalis Protestan meyakini kembalinya Kristus secara
jasadiah untuk memerintah dunia selama seribu tahun, sebab mereka menafsirkan “Mimpi
Yohanes” (Kitab Mimpi pasal 10, ayat 1-10) dengan penafsiran harfiah.
Setelah
fundamentalisme menjadi satu aliran terpisah pada awal abad 20, maka berkembang
luas pandangan yang menentang sekularisme, melalui seminar, lembaga-lembaga dan
tulisan-tulisan para tokoh mereka yang menyerukan permusuhan terhadap realitas
dan menolak kemajuan; dan memusuhi masyarakat sekuler dengan segala aspek
positif maupun negatifnya. Mereka, sebagai contoh, mengaku mendapatkan ajaran
langsung dari Tuhan, dan mengarah pada pola hidup eksklusif dan menjauhi
interaksi dengan kehidupan sosial yang ada, menolak interaksi dengan kenyataan
hidup; memusuhi akal dan fikiran ilmiah serta penemuan-penemuan ilmiah;
menjauhi perguruan tinggi tetapi mendirikan lembaga-lembaga pendidikan khusus
bagi mereka; menolak aspek-aspek positif kehidupan sekuler, apalagi segi-segi
negatifnya: mulai dari aborsi, keluarga berencana, abnormalisme seksual, hingga
pembelaan hak-hak pelaku penyimpangan seksual; dari alkoholisme, obat-obat
terlarang hingga masalah sosialisme.
Gerakan
fundamentalisme pada dasawarsa pertama abad 20 telah menyaksikan sejumlah
seminar yang melahirkan sejumlah organisasi, yang paling menonjol di Amerika di
antaranya adalah: “Perkumpulan Kitab Suci”, pada tahun 1902 atau yang dikenal
dengan nama “The Society of the Holy Scripture”. Organisasi ini
menerbitkan 12 penerbitan dengan nama Fundamentals, sebagai pertahanan dan
pembelaan terhadap interpretasi tekstual terhadap Injil dan sekaligus serangan
terhadap kritik dan interpretasi kontekstual terhadap Injil. Disamping The Society
of the Holy Scripture, juga muncul “Lembaga Kristen Fundamentalis
Internasional” dan “Perhimpunan Fundamentalis Nasional”, pada tahun 1919.
Inilah
terminologi fundamentalisme di Barat dan pemahaman yang dekenal di kalangan
Kristen.31) Sedangkan menurut kacamata Arab dan Islam, tidak ditemukan dalam
referensi klasik secara etimologis maupun terminologis tentang kata
fundamentalisme ini, melainkan yang ditemukan adalah akar kata “al Ashl” yang
berarti bagian paling dasar dari sesuatu dan hitungan. Bentuk jamak kata ashl
adalah Ushul, yang dapat ditemukan dalam ayat-ayat Al Quran.
“Apa
saja yang kamu tebang berupa pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang
kamu biarkan (tumbuh) berdiri di atas pohonnya, maka semua itu adalah dengan
izin Allah.” (Al Hasyr: 5)
Jika
dikatakan: pendapat mendasar (ra’yashil) berarti pendapat yang mempunyai
landasan argumen. Jadi kata ashl (fundamental) juga memberi pengertian dasar
atau pokok atau pangkal, sebagaimana dipakai dalam Al Quran:
“Sesungguhnya
ia adalah sebatang pohon yang keluar dari dasar Neraka Jahim.” (Ash Shaaffat:
64)
Disamping
itu, Ashl (fundamental) juga memberi arti akar, sebagaimana ditemukan
dalam Al Quran:
“Tidakkah
kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamnaan kalimat yang baik
seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya menjulang ke langit.“
(Ibrahim: 24)
Fundamentalisme
lawan katanya adalah parsialisme, prinsipil lawan kata sekunder, atau tambahan,
atau cadangan.
Kata Ashl
digunakan untuk hukum, atau kaidah yang cocok dan bersesuaian dengan
masalah-masalah yang bersifat partikular, dengan kondisi lama, sebagaimana dapat
dijumpai dalam kata-kata para ulama Ushul Fiqih: “Pada dasarnya segala sesuatu
itu boleh (mubah) dan suci.“ Kata ushul berarti prinsip-prinsip yang
dapat diterima. Di kalangan ulama ushul (ushuliyun), kata Ashl dipakai
dalam berbagai pengertian.
Pengertian
pertama adalah dalil, sebagaimana jika dikatakan: “Landasan (ashl)
masalah ini adalah Al Kitab dan As Sunnah.“ Kedua, adalah kaidah umum. Ketiga
adalah yang kuat atau yang lebih dapat diterima (rajih).32)
Dalam
peradaban Islam banyak bidang ilmu yang mempunyai inisial ushul, di antaranya:
Ushul Ad Din, yaitu Ilmu Kalam, Tauhid, Fiqih Akbar; Ushul Fiqh, yaitu ilmu
tentang kaidah-kaidah dan bahasan yang mengantarkan pada istimbat (deduksi)
hukum-hukum syari’ah amaliah dari dalil-dalil tafshili; dan Ushul Hadits, atau
yang sering disebut dengan Mushthalah Al Hadits.
Demikianlah
tradisi peradaban Islam tidak mengenal istilah ushuliah (fundamentalisme)
seperti pengertian yang dikenal oleh Barat tentang terminologi ini. Bahkan para
ulama modern pun, yang menggunakan istilah ushuliyah dalam
pembahasan-pembahasan ushul fiqih tetap dengan pengertian: kaidah-kaidah ushuliyah
tasyri’iyah, yang diambil dari nash-nash yang menetapkan prinsip-prinsip tasyri’iyah
umum seperti:
- tujuan umum dari tasyri’ (sistem hukum syari’ah);
- apa hak Allah dan apa hak manusia mukallaf (yang dikenai beban hukum syari’ah);
- masalah yang dicari hukumnya dengan ijtihad;
- penghapusan hukum; dan
- kontradiksi dan mencari hukum yang lebih kuat (at ta’arudh wa at tarjih).
Semua ini
tidak ada kaitannya dengan kandungan pengertian fundamentalisme seperti yang
dipahami dalam peradaban Barat Kristen.
Terlepas
dari penamaan istilah ini, apakah dalam aliran pemikiran Islam baik klasik
maupun modern terdapat satu aliran yang menyikapi nash-nash agama seperti sikap
golongan fundamentalisme Barat, lalu menafsirkan Al Quran dan sunnah secara
harfiah, menolak segala bentuk majaz dan ta’wil (alegoris) terhadap ayat
apapun meskipun tampak jelas isyarat makna yang bertentangan dengan nalar akal,
hingga seperti sikap aliran fundamentalis Nasrani terhadap Injil dan Kitab
Suci? Apakah terdapat alasan untuk mengatakan tentang adanya “fundamentalisme
Islam” dengan pengertian Barat yang negatif ini? Semua aliran pemikiran Islam
klasik, baik minoritas ahli atsar, ahlis hadits, zhahiri (tekstualis),
atau mayoritas ahli ra’yi (rasionalis) telah menerima teks-teks alegoris
agama dan ta’wil (menafsirkan nash di luar konteks isyarat makna eksplisit).
Bahkan hampir menjadi ijma’ bahwa teks-teks yang tidak dapat di-ta’wil itulah
yang disebut dalam istilah ushul fiqih dengan nash dan jumlahnya tidak banyak.
Sedangkan
kebanyakan teks mempunyai peluang bagi pendapat akal, ta’wil dan ijtihad.
Perbedaan
dan keragaman antara aliran-aliran pemikiran Islam ini adalah dalam mengambil
jalan tengah terhadap ta’wil, atau memilikinya. Tidak ada satu madzhab pun
dalam Islam yang secara mutlak menolak teks-teks alegoris.
Ibnu Rusyd
(1126-1198) mendefinisikan, ta’wil adalah mengeluarkan isyarat kata yang
hakiki kepada isyarat alegoris tanpa membuang kebiasaan yang berlaku dalam
bahasa Arab dalam menyebutkan sesuatu: dengan sesuatu yang serupa atau
penyebabnya, atau kata yang menjelaskan berikutnya, atau perbandingannya, atau
sesuatu yang lainnya yang termasuk kategori kata alegoris.”) Sedangkan Imam al
Ghazali (1058-1111) lebih luas memandang wilayah ta’wil yang dapat diterima
menjadi lima tingkatan karena adanya sesuatu yang terdapat dalam nash.
Tingkat-tingkat ta’wil ini mengantar pelakunya ke masalah membenarkan dan
mempercayai; menolak tuduhan, mendustakan dan zindiq. Tingkat-tingkat ini
adalah:
- Wujud dzati: yaitu wujud hakiki yang ada di luar rasa dan akal, akan tetapi citarasa ini mengambil satu persepsi tentang wujud itu, dan pengambilan persepsi ini disebut idrak.
- Wujud hissi: yaitu yang terefleksi pada daya penglihatan mata yang tidak hanya ada pada wujudnya di luar mata tetapi hanya ada pada citarasa dan dialami khusus oleh yang bercitarasa, tidak yang lainnya, seperti penglihatan yang dialami oleh orang yang sedang tidur, bahkan juga dialami oleh orang sakit yang sedang dalam keadaan jaga.
- Wujud khayali. yaitu wujud yang diciptakan oleh daya khayal atau imaginasi tentang sesuatu yang bersifat indrawi bilamana tidak hadir dalam citarasa. Wujud ini ada dalam otak, tidak di alam luar.
- Wujud ‘Aqli: yaitu pada sesuatu yang mempunyai ruh, hakikat dan makna, seperti tangan umpamanya; ia memiliki bentuk indrawi dan imaginasi; ia memiliki makna yang menjadi realitas pokoknya, yaitu daya dan kemampuan memukul. Makna dan hakikatnya ini adalah wujud tangan yang ada dalam akal.
- Wujud syabahi: yaitu sesuatu yang sama ada, t1dak dalam bentuknya, tidak dalam hakekatnya, tidak di luar, tidak dalam citarasa, tidak dalam alam imagnasi, dan tidak pula dalam akal, melainkan yang ada adalah sesuatu lain yang mirip dengannya dari sisi-ciri-cin maupun sifat-sifatnya.
Siapa saja
yang menempatkan sabda Nabi dan nash suci pada salah satu tingkatan tersebut
maka ia termasuk orang-orang yang membenarkan, karena pendustaan adalah menolak
semua makna yang ada pada tingkat-tingkat ini dan memandang bahwa apa yang
terkandung dalam nash adalah dusta. Yang demikian itu adalah kekufuran dan
zindiq. Menurut Imam al Ghazali, orang-orang yang melakukan ta’wil tidak dengan
sendirinya menjadi kafir, selama mereka berpegang pada kaidah-kaidah ta’wil.
Kemudian Imam al Ghazali menegaskan bahwa setiap madzhab dalam Islam telah
mengambil jalan ta’wil karena tidak ada jalan lain selain men-ta’wil. Dan orang
yang paling jauh dari ta’wil ialah Ahmad bin Hanbal (780-855). Dikatakan bahwa
ia menyatakan diri men-ta’wil tiga hadits yang di antaranya terdapat sisi
ta’wil yang paling jauh. Ia hanya melakukan ta’wil atas ketiga hadits ini
karena ia tidak menoleh pada pandangan akal. Sedangkan aliran Asy’ariah dan
Mu’tazilah, dikarenakan keduanya begitu serius dalam pembahasan tema-tema yang
ada dalam teks-teks alegoris sehingga berlebihan dalam men-ta’wilkan. Golongan
‘Asy’arah men-ta’wil-kan banyak teks-teks zhahir tentang masalah-masalah
akhirat dan golohgan Mu’tazilah jauh lebih banyak terlibat dalam ta’wil.
Jadi tidak
ada di antara madzab Islam klasik yang menyikapi – secara mutlak dan konsisten
— dengan berhenti pada makna harfiah nash dan menolak ta’wil apapun hingga
terminologi fundamentalisme dapat dikenakan dalam pengertian Barat terhadap Islam.
Karena
modernitas Islam tetap mempunyai ciri keaslian Islam klasik, maka trend
pemikiran Islam modern tidak mengandung trend sikap seperti yang ada di Barat
Kristen tentang teks-teks alegoris, ta’wil dan tafsir harfiah, sehingga aliran
yang berkembang tidak sama dengan fundamentalisme yang berkembang di Barat
Kristen. Muhammad Abduh (1849-1905) menjadikan asas mendahulukan akal dari pada
lahiriah syara’ pada saat adanya pertentangan, sebagai salah satu prinsip
Islam. Ia menyatakan: “Para pemeluk agama Islam sepakat, kecuali segolongan
kecil yang tidak sependapat, bahwa apabila terdapat pertentangan antara akal
dan naql (teks suci) maka yang berlaku adalah isyarat pemahaman akal. Lalu cara
menyikapi dalil naql ini ada dua jalan. Pertama, menerima keabsahan naql apa
adanya, dengan mengakui kelemahan dalam memahaminya serta menyerahkan masalah
ini kepada Allah. Kedua, men-ta’wil-kan dengan tetap menjaga kaidah-kaidah
bahasa agar maknanya bersesuaian dengan pemahaman akal. Dengan prinsip ini,
yang acuannya adalah al Qur’an dan sunnah serta perbuatan Nabi, maka terbukalah
setiap jalan bagi akal, semua kendala dapat disingkirkan, dan medan menjadi
luas tanpa batas.” Ini satu paham yang sangat jauh dari fundamentalisme dalam
pengertian dan terminologi Barat.
Syaikh
Muhammad Rasyid Ridha (1865-1935) merupakan rantai penghubung antara Muhammad
Abduh dan Syaikh Hasan al Banna (1906-1949) sehingga Hasan al Banna telah
menjadikan kitab karya Muhammad Abduh yang di dalamnya terdapat teks yang telah
diketengahkan itu, yaitu dalam “Al Islam wa An Nashraniyah ma’a Al Ilm wa Al
Madaniyah,” sebagai materi pembinaan dalam jama’ah Al Ikhwan Al Muslimin.
Ia melukiskan tentang jama’ahnya sebagai satu gerakan pembaruan bagi kehidupan
masyarakat dan bangsa-bangsa.” Dan ia menafikan kemungkinan pertentangan
pandangan syar’i dengan pandangan akal dalam dalil yang bersifat qath’i
(pasti), sehingga hakikat amaliah tidak akan berbenturan dengan kaidah syari’ah
yang telah ditetapkan. Sedangkan dalil yang bersifat zhanni di-ta’wil-kan
agar selaras dengan yang qath’i. Akan tapi jika keduanya bersifat zhanni maka
yang didahulukan adalah yang pandangan syar’i agar pandangan akal menjadi tegak
atau sebaliknya hancur. Islam datang dengan merinci permasalahan secara jelas,
lalu mengkombinasikan antara iman kepada hal hal yang gaib dengan daya
penalaran akal. Kepada pemikiran dengan corak ini, yaitu yang mengkombinasikan
antara yang bersifat gaib dan pengetahuan akal, Islam mengajak manusia.” Sikap
ini tidak ada kaitannya dengan kandungan pengertian fundamentalisme seperti
yang dipahami oleh Barat Kristen.
Sebagian
penulis Barat yang memakai terminologi fundamentalisme untuk kebangkitan Islam
kontemporer, berbicara tentang hubungan kebangkitan ini dengan masa lalu Islam.
Mereka menjadikan sikap kebangkitan ini terhadap masa lalu dan warisan Islam
bertolak belakang dengan sikap kaum fundamentalis Barat terhadap masa lalu dan
warisan tradisi Kristen mereka. Jika pengertian Barat tentang fundamentalisme
adalah kembali ke masa lalu, memusuhi kekinian dan masa depan, tetapi
kebangkitan Islam kontemporer — menurut para penulis Barat tersebut — mengambil
sikap yang berbeda dalam hubungannya dengan masa lalu dan pandangannya terhadap
masa lalu itu serta hubungannya dengan masa depan. Kebangkitan Islam ini tidak
ingin menghidupkan masa lalu dan tidak dengan cara yang dilakukan oleh
aliran-aliran statis dan konservatif, melainkan kebangkitan yang memandang masa
lalu ini untuk dijadikan petunjuk untuk masa depan. Yang demikian itu, menurut
para penulis Barat tersebut, menjadikan kelompok kebangkitan ini dinilai
sebagai kelompok revolusioner bukan konservatif.
Pandangan
seperti ini terhadap kebangkitan Islam kontemporer dianut di antaranya oleh
mantan presiden Amerika Serikat, Richard Nixon, yang ia kemukakan dalam bukunya
“Seize the Moment”: “Mereka itulah yang digerakkan oleh kebencian mendalam
terhadap Barat. Mereka bertekad mengembalikan peradaban Islam masa lalu dengan
membangkitkan kembali masa lalu dengan tujuan menerapkan syari’ah Islam dan
rnenyerukan bahwa Islam adalah agama dan negara. Meskipun mereka memandang ke
belakang, ke masa lalu, akan tetapi mereka menjadikan masa lalu itu petunjuk
untuk masa depan. Mereka itu bukan golongan konservatif melainkan
revolusioner.”
Bahkan
sejumlah besar orientalis kontemporer khususnya para expert dalam pemikiran
Islam dan mempunyai komitmen lebih besar pada standar pemikiran yang berbeda
dengan bahasa pers menolak secara tegas penggunaan terminologi fundamentalisme
untuk fenomena kebangkitan Islam modern dan kontemporer. Menyambung lidah
mewakili mereka itu, onentalis Perancis Jack Perek mengemukakan: “Saya
menolak istilah fundamentalisme, sebab terminologi ini datang dari karakter
dalam Gereja Katolik Perancis. Disana ada kaum Muslimin awam disamping
golongan Muslim Islamis yang memperkokoh keyakinan pada kemampuan Islam untuk
menemukan solusi yang sesuai bagi masalah-masalah kehidupan sehari-hari dan
kemampuan membangun sebuah negara dan berbagai institusi. Mereka tidak hanya
berhenti pada karakter dasar agama Islam saja. Dari sinilah mengapa mereka
disebut Islamis. Mereka adalah gerakan yang berbeda-beda antara satu dengan
lainnya, akan tetapi bertemu dalam satu ajakan yang menyerukan kembali kepada
dasar-dasar, khususnya dasar al Qur’an sebagai ajaran yang dipandang dapat
memberi solusi terhadap masalah-masalah yang ditimbulkan oleh dunia modern.
Ajakan ini diserukan dalam rangka menghadapi masyarakat-masyarakat yang
menempatkan diri sejak seratus tahun dalam paham Barat akan tetapi belum meraih
hasil yang diharapkan.”
Bersama
Jack Perek dalam menolak penggunaan istilah fundamentalisme yang mengandung
pengertian Barat yang negatif terhadap fenomena kebangkitan Islam kontemporer,
sejumlah besar onentalis di antaranya orientalis Amerika Roger Owen, onentalis
Spanyol Cannan Roath, orientalis Rusia Vitalli Naumkin, orientalis Inggris Homy
Pope dan Robin Ostle, serta onentalis lamnya mempunyai pandangan sama.
Demikian
jelas perbedaan antara pengertian istilah fundamentalisme yang dipahami oleh
Barat Kristen dan pengertian istilah ini dalam tradisi Islam dan pemikiran
Islam klasik maupun kontemporer. Kaum fundamentalis di Barat adalah mereka yang
statis dan didominasi oleh sikap taklid yang memusuhi ilmu pengetahuan, teks
alegoris, ta’wil dan penalaran akal; menarik diri dari modemitas; berpegang
pada penafsiran harfiah terhadap teks-teks agama. Sedangkan kaum fundamentalis
(ushuliyun) dalam peradaban Islam ialah para ulama ushul fiqih yang mewakili
salah satu bidang kontribusi umat Islam dalam kajian ilmu-ilmu akal. Yaitu bahwa
mereka adalah para pakar dalam bidang pengambilan kesimpulan hukum (istinbath),
menggunakan dalil melalui isyarat teks agama (istidlal), ijtihad, dan pembaruan
(tajdid), yang menjadikan terminologi fundamentalisme satu bentuk campuran
pemikiran yang timbul dari tidak adanya perbedaan antara pengertian yang
berbeda-beda — dan kadang-kadang bertentangan – yang diletakkan oleh bermacam
peradaban dan wadah satu terminologi yang beredar di kalangan para pemilik
peradaban-peradaban ini.
Kata
Muslim dipakai untuk orang yang memeluk Islam di antara umat dan khalayaknya.
Sedangkan Islamis ialah orang yang mempunyai “proyek” untuk mengadakan
perubahan, pembaharuan serta kebangkitan, yang mana referensinya adalah Islam.