Jumat, 27 April 2012

artikel pendidikan ( PRASETIO BUDI )


KAUM FUNDAMENTALIS DALAM ISLAM
A.     PENGERTIAN FUNDAMENTALISME DAN DASAR-DASARNYA.
Fundamentalisme adalah adalah sebuah gerakan dalam sebuah aliran, paham atau agama yang berupaya untuk kembali kepada apa yang diyakini sebagai dasar-dasar atau asas-asas (fondasi), oleh sebab itu pengikut kelompok-kelompok paham ini seringkali berbenturan dengan kelompok-kelompok lain bahkan yang ada dilingkungan agamanya sendiri, dikarenakan anggapan diri sendiri lebih murni dan benar daripada lawan-lawan mereka yang iman atau ajarannya telah “tercemar”. Ini semua biasanya didasarkan pada tafsir atau interpretasi secara harafiah semua ajaran yang terkandung dalam kitab Suci atau buku pedoman lainnya.
Secara historic, istilah “Fundamentalisme” pada dasarnya diatributkan pada sekte protestan yang menganggap injil bersifat absolute dan sempurna dalam arti literal sehingga mempertanyakan satu kata yang ada dalam injil dianggap dosa besar dan tak terampuni.
Dalam hal ini, kamus Oxford mendifinisikan kata Fundamentalisme sebagai “pemeliharaan secara ketat atas kepercayaan agama tradisional seperti kesempurnaan injil dan penerimaan literal ajaran yang terkandung didalamya sebagai fundamental dalam pandangan Kristen protestan.
Konsep asal Fundamentalisme itu sekarang menjadi bagian masa lalu, selama lebih dari dua setengag dekade, interpretasi baru dari istilah ini menjadi populer karena disinonimkan dengan ekstremisme dan radikalisme yang berakar dari intoleransi agama.
Berbicara mengenai istilah Fundamentalism, banyak para sarjana (kususnya sarjana Muslim) mengakui bahwa penggunaan istilah “Fundamentalisme” sangat prolematik dan tidak tepat. Kaum Syiah yang dalam suatu pengertian umumnya dikenal sebagai Para Fundamentalis, tidak terikat pada penafsiran harfiah Al-Qur’an.
William Montgomery Watt mendefinisikan bahwa kelompok fundamentalis Islam adalah kelompok muslim yang secara sepenuhnya menerima pandangan dunia tradisional serta berkehendak mempertahankannya secara utuh.

Fazlur Rahman sendiri tampaknya kurang suka memakai istilah fundamentalisme, lebih suka memakai istilah Revivalism. Seperti dalam bukunya Revival and Reform in Islam. Rahman yang digolongkan sebagai pemikir neo-modernis mengatakan bahwa pergerakan reformasi sosial pra-modern yangmenghidupkan kembali makna dan pentingnya norma-norma Al-Qur’an disetiap masa. Mereka adalah kelompok pra-modern “fundamentalis-tradisional-konservatif” yang memberontak melawan penafsiran Al-Qur’an yang digerakana oleh tradisi keagamaan, sebagai perlawanan terhadap penafsiran yang disandarkan pada hermeneutika Al-Qur’an antar teks(inter-textual). Menurut Rahman,dalam daftar kosa katanya, “fundamentalis” sejati adalah orang yang komitmen terhadap proyek rekontruksi atau rethinking (pemikiran kembali)
Fazlur Rahman menggunakan istilah kebangkitan kembali ortodoksi untuk kemunculan gerakan fundamentalisme Islam. Gerakan ortodoksi ini bangkit dalam menghadapi kerusakan agama dan kekendoran serta degenerasi moral yang merata di masyarakat muslim di sepanjang propinsi-propinsi Kerajaan Utsmani (Ottoman) dan di India. Ia menunjuk gerakkan Wahabi yang merupakan gerakan kebangkitan ortodoksi sebagai gerakan yang sering dicap sebagai fundamentalisme.
Fundamentalisme merupakan salah satu fenomena abad 20 yag paling banyak dibicarakan. Fudamentalisme selalu muncul dalam setiap agama besar dunia, tidak hanya Kristen dan Islam, Fundamentalisme juga terdapat pada agama Hindu, Budha, Yahudi dan Konfusianisme.
sehingga belum ada definisi yang jelas megenai istilah “Fundamentalisme” itu sendiri dikarenakan kemunculannya bermula pada pengistilahan yang dipakai oleh kaum protestan Amerika awal tahun 1900-an untuk membedakan diri dari kaum protestan yang lebih liberal.[5],sehingga sejak saat itu, istilah “fundamentalisme” dipakai secara bebas untu menyebut gerakan-gerakan purifikasi(pemurnian ajaran) yang terjadi diberbagai agama dunia dan mempunyai pola-pola tertentu dikarenakan fundamentalisme tersebut merupakan mekanisme pertahanan(defense mechanism) yang muncul sebagai reaksi atas krisis yang mengancam.

Dengan modifikasi konsep Martin E. Marty, prinsip dasar fundamentalisme agama dipilah Azyumardi Azra (1993) ke dalam empat ragam:
1. Oposisionalisme. Setiap pemikiran dan arus perubahan yang mengancam kemapanan ajaran agama harus senantiasa dilawan.
2. Penolakan terhadap hermeneutika. Pada titik ini, teks suci serta-merta menjadi ruang yang kedap kritik.
3. Penentangan akan pluralisme sosial. Masyarakat mesti seragam dan tak boleh beragam.
4. Pengingkaran terhadap perkembangan historis dan sosiologis umat manusia.
Bentuk ideal keagamaan masyarakat dijawab dengan nostalgia sejarah melalui ajakan untuk selalu kembali ke masa lalu. Corak-corak dasar inilah yang membentuk sikap, pola pikir, serta perilaku keberagamaan seseorang. Ajaran agama harus senantiasa menjadi fundamen, dan setiap agama tentulah mensyaratkan hal itu.Hanya saja,yang laik diperselisihkan adalah mengapa sikap fundamental itu bersifat dokrinaldan cenderung kaku sehingga ia tidak kuasa bergerak palstis mengikuti kelenturan perkembangan sosial?
Dalam bahasa abid al-jabiri mengatakan ketika upaya kebebasan(Ijtihad) dibekukan dan klaim kebenaran telah final dipetakan, saat itulah fundamentalisme lahir dengan keperkasaan yang dipaksakan. Oleh sebab tiu,fundamentalisme yang pada dasarnya bersifat positif lalu bergerak liar secara negative dan destruktif. Ruh agama tak lagi dijadikan kekuatan pembebas yangmenjunjung nilai luhur kemanusiaan (humanisme) dalam porsi yang pantas sebaliknya ia justru dijadikan kekuatan penebas yang memenggal paham dan pemikiran yag berbeda dan tak selaras.
Tepat di aras inilah sebenarnya urat nadi persoalan fundamentalisme agama terterakan. Dalam bahasa Abid al-Jabiri, ketika upaya kebebasan (baca: ijtihad) dibekukan dan klaim kebenaran telah final dipetakan, saat itulah fundamentalisme lahir dengan keperkasaan yang dipaksakan.
Fundamentalisme merupakan gejala tiap agama dan kepercayaan untuk mempresetasikan pemberontakan terhadap moderntas seperti yang dikatakan oleh Karen Armstrong.\

SEBAB-SEBAB MUNCULNYA KAUM FUNDAMENTALIS
Penyebab bermunculannya kaum fundamentalis diakibatkan arus globalisasi yang tidak terbendung yang tidak terfiltrasi oleh masyarakat sehingga menyebabkan lahirnya  perilaku masyarakat yang inmoral dan menyimpang dari norma-norma agama. Masuknya kebudayaan luar ke suatu daerah yang cenderung merusak tatanan hidup masyarakat yang telah terikat dengan nilai-nilai luhur religiutas. hal ini menyebabkan kekhawatiran akan  tercabutnya akar-akar tatanan sosial masyarakat madani. kaum fundamentalis muncul sebagai penyaring dan pembendung dari hancurnya norma-norma agama.
Fundamentalisme berlebihan dari suatu golongan dapat berakibat radikalisme Karena keegoan golongan yang tidak jarang bahkan merugikan golongan yang lainnya.berikut ini adalah beberapa contoh dari fundamentalis yang berbuah fanatisme :
1.      kaum Kristen di bawah peter sang pertapa (peter the hermit) dan paus urban II dengan Pidato mereka yang berapi-api kepada masyarakat eropa berhasil menghapuskan perdamaian dengan kaum muslim dengan mengirimkan tentara dibawah pimpinan Godfroi de bouillon untuk merebut yerussalem.mereka berhasil merebutnya dengan darah kaum muslim dan yahudi yang membasahi bumi yerussalem.
2.      Masyarakat fundamental yahudi dengan pemimpinnya seorang yahudi jerman, Karl Heinz membentuk zionisme untuk mengusir dan merebut tanah palestina bahkan mengusir semua rakyat palestina untuk keluar dari negaranya.mereka berhasil merebut palestina melalui perjanjian belfour.bahkan pertumpahan darah masih terjadi hingga detik ini.
3.      Kaum fanatisme India berperang pada tahun 1971 dengan kaum urdu sehingga  terbentuklah negara Bangladesh. Begitupun perebutan antara India yang notabene  adalah umat hindu dengan Pakistan yang mayoritas muslim untuk memperebutkan Kashmir.
4.      Perang agama antara Katolik lawan Protestan di Eropa berlangsung amat lama. Di Jerman berlangsung dari tahun 1530-1555M. Di Perancis menimbulkan Perang Huguenot dari tahun 1562-1693M. Tapi ketika Protestan Jerman berhasil dikalahkan Katolik Jerman, perang berubah jadi Katolik4 Jerman lawan Katolik Perancis. Perancis mencoba menghancurkan dinasti Habsburg, walau juga menganut Katolik. Akibatnya perang berlarut hingga 30 tahun, dari tahun 1618-1648M. Sedang di Inggris, perang agama antaraKatolik lawan Anglikan, walau telah berlangsung selama 398 tahun hingga sekarang belum juga berakhir.
Semua hal diatas adalah sebab akibat yang lahir dari gerakan fundamentalis sehingga berbuntut pada fanatisme berlebihan pada suatu golongan.
B.     BENTUK DAN RAGAM FUNDAMENTALISME
Imam Khatami, mantan presiden Iran, tidak segan-segan mengkrtik kubu fundamentalisme yang secara kaku menerjemahkan prinsip-prinsip agama sebagai “ramuan” masa lalu. Baginya fenomena agama mempunyai historis sosiologis sendiri. Dalam lingkup ini, histories sosiologis membentuk doktrin agama dengan menyesuaikan karakteristik konteks sosiologis yang melingkupinya, kalangan garis keras kini tidak menyadari hal ini. Mereka masih menduga bahwa permasalahan sekarang dapat ditanggulangi rumusan klasik. Padahal genap diyakini histories sosiologis anatara dulu dan sekarang sudah jauh berbeda,Maka belum tentu racikan orang pendahulu bisa dipakai orang sekarang.
Dalam orasinya ketika berkunjung ke cairo Mesir, Imam Khatami membagi Fundamentalisme ke dalam dua bagian:
1.      Fundamentalisme “yang keterlaluan”(Ushuliyyah mutharrifah)
2.      Fundamentalisme “yang dikehendaki”(Ushuliyyah mathlubah).
Potrek fundamentalisme kedua ini termasuk dalam kategori anjuran agama yang diartikan memegang teguh nilai-nilai dasar yang digariskan islam,karena itu ia tidak menjadi masalah. Sedangkan yang sering menimbulkan masalah adalah potret fundamentalisme yang pertama dikarenakan banyanya sinyalement yang menunjukan dampak ekstrim mereka menyengsarakan umat. Perilakunya selalu terror. Fundamentalisme pertama sangat rawan mengancam stabilitasa keamanan bersama dikarenakan nalar yang ekstrim tersebut lahir karena masih “dibumbuhi”doktrin masala lalu,bagi mereka, rumusan doktrin tersebut adalah segala-galanya. Maka tidaklah heran seandainya realitas sebagai aspek historitas sosiologis jika tidak sesuai dengan doktrin mereka, pasti akan ditolaknya, Liku-liku perjanan realitas yang berubah dipaksa tunduk ketentuan paten yang dihasilkan ulama tempo dulu.
Ulil Absar dari Jaringan Islam Liberal (JIL) dalam pengantar pada buku karangan Sumanto Al-Qurtubi “Lubang hitam Agama” Mengkritik fundamentalisme agama, mengungat islam tunggal. Menurut beliau ada dua model fundamentalisme:
      1.fundamentalisme rejeksionis
      2.Fundamentalisme eskapis-pietistik.
Model yang kedua menghendaki suatu cara hidup yang “lain” yang berbeda dari cara hidup sekuler sehigga menjadi jawaban atas problem keterasingan yang dialami manusia modern karena ia lahir dari perasaaan was-was,kawatir dan terancam dari sekularisme. Pada dasarnya fundamentalisme adalah kembali pada simbol-simbol keagamaan untuk mencari “rasa aman” dan ini terjadi pada pemeluk agama apapun. Pemeluk Islam mengenakan jilbab, orang nasrani memakai kalung salib, dan pemeluk agama yang lain pun memperjelas identitas keagamaan mereka. Muncul pula trend kaum lelaki muslim saling mencium pipi, dan umat nasrani saling mengucapkan “Syalom” ketia bertemu.
Sedangkan Fundamentalisme rejeksionis sangat bertentangan dengan pluralitas bangsa ini. Bahkan, bertentangan pula dengan kehendak tuhan tentang kebhinekaan,keberagaman.sebab itulah tuhan menciptakan manusia itu dari laki-laki dan perempuan,berbangsa-bangsa dan bersuku-suku.
Fundamentalisme Rejeksionis memandang kehidupan ini dengan “kacamata kuda” Merasa paling benar sendiri, paling selamat sendiri, paling hebat sendiri, dan orang lain atau kelompok lain tidak ada yang benar. Fundamentalisme semacama ini yang kemudian melahirkan terror dan konflik dimana-mana, dan ini bukan monopoli pemeluk agama tertentu, melainkan dapat muncul dalam agama apapun karena agama bagi mereka sudah menjadi tujuan,bukan lagi sekedar jalan atau jembatan menuju tuhan.
FUNDAMENTALISME ISLAM
Fundamentalisme Islam bukanlah bayi yang baru lahir abad ke 19 atau 18, melainkan ia sudah ada sejak abad ke 6 dan 7. Pada zaman-zaman awal perkembangan Islam, telah muncul perpecahan di tengah ummat. Perpecahan awal tersebut sudah terjadi ketika Nabi wafat. Ummat Islam saat itu terpecah setidaknya dalam tiga kelompok untuk menentukan siapa pengganti Nabi. Perpecahan itu semakin nyata ketika Khalifah Utsman memerintah dan akhirnya terbunuh oleh sebuah gerakan pemberontakan yang menganggap Utsman nepotis. Khalifah Utsman kemudian digantikan oleh Ali. Pada masa Ali inilah terjadi perang Siffin yang sangat terkena dengan arbitrasenya. Dari sana pula ummat Islam semakin terpecah dalam tiga kelompok besar. Salah satu kelompok yang sangat radikal adalah Khawarij. Kelompok Khawarij ini banyak disebut sebagai cikal bakal fundamentalisme Islam. Kelahiran Khawarij sendiri disebut sebagai fitnatul qubro (fitnah besar). Khawarij melawan kelompok Muawiyah (pendukung Utsman) dan juga kelompok Ali.Maraknya terorisme dan radikalisme yang berasal dari fundamentalisme Islam membuat banyak kalangan ketakutan atas memudarnya citra Islam yang baik, damai, dan mengayomi semua ummat manusia. Lalu dibikinlah sebuah teori, bahwa fundamentalisme Islam tidak ada hubungannya dengan Islam itu sendiri;fundamentalisme Islam adalah fenomena baru yang muncul di abad 19 atau 18; fundamentalisme hanyalah semacam reaksi terhadap tatanan kehidupan yang lebih global saat ini.
  Orang-orang menyebut fundamentalisme Islam sebagai gerakan pembebasan ketertindasan dari pihak Barat yang hegemonik dan dominatif. Hampir senada dengan itu, Karen Amstrong dan kawan-kawan melihat fenomena fundamentalisme sebagai reaksi terhadap modernitas yang semakin meminggirkan peran agama dalam kehidupan.
Menurut Armstrong, The Beattle for God, perayaan modernitas dan pengagungan subjek manusia ternyata mengosongkan relung kultur manusia. Berbeda dengan kaum fundamentalis dari golongan lain,fundamentalis islam lahir dari keterpurukan akan kezhaliman dan penindasan.akar-akar imprealisme yang mencengkram jantung negeri-negeri ahli qur’an membuat bangkitnya pergerakan pergerakan yang mengatasnamakan pembelaan terhadap nilai-nilai agama dan akidah yang terancam oleh para penindas.Pembentukan ARAMCO (Arabian American oil company) di Saudi Arabia yang notabene menguntungkan pihak amerika dan merugikan rakyat Saudi telah melahirkan seorang Osama bin Ladin yang menentang imprealisme  amerika di Saudi Arabia.pembentukan inggris di mesir melahirkan seorang Mujaddid Hasan al Banna yang mendirikan Ikhwanul Muslimin.konspirasi zionis di palestina telah Membakar semangat kaum muda palestina dengan HAMAS, brigader al aqsha. Kaum fasis Italia yang menginvasi libya telah membuat syeikh umar al mukhtar (lion du dessert) Mengangkat senjata. Seperti hukum Archimedes,jika sebuah benda di masukkan ke dalam air,maka  Tekanan yang diberikan sama besarnya ke permukaan air,sama halnya,ketika kaum penindas menzhalimi kaum muslim,mereka tidak sadar bahwa mereka telah melahirkan pergerakan dan harakah-harakah yang dengan gigih mempertahankan nilai-nilai luhur akidah dan harga diri mereka.dan jelaslah jawaban islam terhadap hal ini,perlawanan dan pergerakan militansi.pengusiran,pengeksploitasian bangsa dan tanah air telah membangunkan kaum fundamentalis untuk bergerak.
C.     PERGERAKAN-PERGERAKAN YANG LAHIR DARI KAUM FUNDAMENTALIS
ORGANISASI-ORGANISASI FUNDAMENTALIS ISLAM
Masuknya dunia barat dalam invasinya ke dunia islam telah menyebabkan bermunculannya organisasi-organisasi fundamentalis garis keras.
Harakah-harakah islamiah, diantaranya:

1.      JABHAH ISLAMIYAH LI TAHRIRI MORO 45.
Front ini merupakan gerakan islam pertama dan terpenting di Filipina.dirikan pada tahun1960-an oleh sejumlah muslim Filipina yang merupakan alumni universitas Filipina,serta universitas-universitas lain yang ada di negara-negara arab dan Pakistan.dipimpin oleh Nour Misouri.menurut mereka penduduk Filipina yang beragama nasrani adalah penjajah karena pada awalnya negara Filipina adalah muslim, sebagaimana halnya Indonesia.
Kemudian imprealisme amerika datang ke negeri ini dan mebawa sejumlah imigran untuk ditempatkan di wilayah-wilayah kaum muslimin.gerakan zionisme sendiri memiliki peranan penting dalam mengusir kaum muslimin ke wilayah selatan yaitu mindanao,sulu dan balawan.usaha ini juga dibantu oleh missionaries-missionaris Kristen dan organisasi teroris ilaja.yang dirikan dalam sebuah operasi militer yang dilakukan  pemerintah Filipina, dengan tujuan membunuh tokoh-tokoh islam Filipina yang  menginginkan kemerdekaan.tapi sayangnya pemerintah berhasil memecah persatuan  front ini menjadi beberapa gerakan,yaitu:front islam pembebasan moro, harakah  Islamiyah Abu sayyaf, serta jama’ah bidnanton, jama’ah dimas dan jama’ah Rasyid Luqman.
2.      HIZBULLAH LIBANON
Hizbullah adalah sebuah gerakan yang menawarkan islam sebagai alternatife semua propaganda pemikiran politik yang marak di libanon. Hanya islam sebagai Manhaj, perilaku, politik, dan pemikiran sehari-hari. Hizbullah yang berarti partai ALLAH Itu, dengan ideologinya adalah organisasi meiliter yang menyerukan jihad sebagai symbol Melawan kekuatan asing,terutama amerika sebagai musuh orang-orang yang tertindas Dimuka bumi ini.pemerintah yang melanggengkan pendudukan zionis juga merupakan  Musuh mereka.dalam pembentukan hizbullah ini, disebutkan bahwa Ayatullah  Muhammad Ja’fari pada tahun 1973 di kota qumm, Iran, ketika meninggal akibat siksaan Dinas rahasia iran, savak, dia mengucapkan kalimat terakhirnya”tidak ada partai lain  Kecuali hizbullah”. Maka anaknya, Hadi al-Ja’fari, kemudian membentuk gerakan rahasia  Yang menjadi embrio pembentuka Hizbullah.jumlah mereka saat ini berjumlah satu juta Orang yang tersebar di libanon, negara-negara teluk, India, Pakistan, bahkan Eropa.
3.      AL-QAEDA
Adalah organisasi rahasia yang didirikan oleh Osama bin Ladin, sesosok pemuda islam yang banyak memberikan sumbangan, khususnya dana, kepada lembaga atau organisasi Islam untuk memperjuangkan islam di seluruh penjuru dunia. dia juga tidak senang  kehidupan kerajaan yang berpola barat. namun melihat kezhaliman amerika dan negara- negara barat lainnya terhadap kaum muslimin di berbagai negara didunia, Osama merasa tidak terima lalu bergabung dengan para pejuang muslimin, kala itu afganistan. Di bawah bendera al-qaeda, kelompok Osama bersama-sama dengan kekuatan pejuang afghan melawan komunis unisoviet dan berhasil mengusir mereka dari afganistan. Sayangnya osama yang kala itu dibantu secara rahasia oleh agen rahasia amerika CIA dalam melawan soviet, setelah tak lagi dianggap mau memenuhi keinginan amerika dan barat,kelompoknya pun diperangi oleh barat.osama dan kelompoknya,juga kalangan taliban, kian merasa muak dengan tingkah barat, sehingga memutuskan melawan barat  dan semua sekutu mereka.merasa semua perbuatannya membuat malu kalangan keluarga kerajaan Saudi, pemerintah akhirnya mencabut kewarganegaraan osama bin ladin. kini perjuangan kelompok al qaeda terus berlanjut ke berbagai negara, khususnya kawasan  timur tengah. Omar al faruq, sosok yang paling dicari aparat keamanan Indonesia, dinilai memiliki hubungan dengan JI di Asia Tenggara.
4.      NURSIYAH
Nursiyya adalah para pengikut Said Nursiy (1873-1960 M), seorang berkebangsaan  Turki yang lahir di wilayah Nursi. mereka menjuluki Said Nursiy julukan Badi’u az-  Zaman (reformis masa sekarang). Said Nursiy memerintahakn semua rakyat Turki untuk memeluk agama islam, karena islam adalah agama yang benar, yang tidak bertentangan dengan akal manusia. Kezaliman yang dilakukan oleh Musthafa Kemal Attaturk, yang  pemerintahannya adalah system thaghu t(setan). Ajaran islam yang diserukan oleh said  Nursiy adalah ajaran ahlu sunnah (sunni). Usianya dihabiskan untuk berjihad melawan  kezaliman, kapitalisme, komunisme, filsafat matrealistik, sekulerisme dan imprealisme.
Perlawanannya dilakukan ketika pemerintah menghapus pelajaran-pelajaran islam di sekolah dan menggantinya dengan pelajaran yang mengarah ke sekularisme. padahal Islam sebagai sebuah agama sangat memperhatikan aspek akal dan ilmu pengetahuan. Bahkan islam menganjurkan kepada ummatnya untuk tidak melupakan kedua aspek  tersebut.said nursiy di penjara karena dianggap telah menentang aliran kamaliyyah yang Di anut oleh Mustafa kemal attaturk (sekulerisme). meskipun dipenjara,tulisan-tulisan Nursiy tetap digemari masyarakat,ajaran-ajarannya tetap diamalkan oleh banyak orang. Setelah beliau meninggal dunia,pemimpin kelompok ini adalah Barik beirk.ia menetap di Saudi Arabia dan bekerja seagai pengacara.kelompok ini memberikan dukungan kepada Partai-partai yang memperjuangkan islam seperti Hizb as-salamah al wathani, hizb Ar rafah (partai kesejahteraan), hizb al-‘adalah (partai keadilan), hizb thariq al-mustaqiem.
D.    LANDASAN TEOLOGIS FUNDAMENTALIS ISLAM
Satu ciri keunikan Islam adalah bahwa semua kelompok yang sangat berbeda sekalipun masing-masing tidak pernah lari dari sumber ajaran Islam (al-Qur’an dan hadits). Bukanhanya Islam fundamentalis yang mencari rujukan al-Qur’an, tapi juga Islam liberal, bahkan kaum sekuler Islam pun mengklaim punya landasan dalam al-Qur’an itu sendiri. Tidak sulit menemukan ayat-ayat provokatif yang ada dalam al-Qur’an yang seakan-akan melegitimasi gerakan fundamentalisme.













Terminologi fundamentalisme dalam pengertian yang beredar di kalangan pers, kebudayaan, dan politik modern adalah terminologi yang tumbuh di Barat dan memuat kandungan pengertian Barat. Sedangkan terjemahan kedalam Bahasa Arab dengan al ushuliyah yang berarti mempunyai akar Islam dan mengandung makna Islami adalah kandungan makna dan konsep lain yang berbeda dengan pengertian yang sekarang lazim dipahami menurut visi Barat dan yang dimaksud oleh para pengedarnya.
Perbedaan dalam pengertian dan konsep ini dengan kesamaan dalam terminologi, sebagai “wadah”, merupakan satu hal yang banyak beredar di kalangan Arab dan kaum Muslimin; begitu juga di kalangan Barat dengan beberapa perubahan sesuai dengan kebudayaan setempat. Istilah ini juga banyak mengalami pembauran dan pencampuran dalam kehidupan budaya, politik dan pers modern dimana sarana komunikasi telah mencampur aduk istilah-istilah sehingga satu istilah dapat mempunyai pengertian, latar belakang, muatan terminologis serta isyarat yang bermacam-macam.
Umpamanya terminologi al yasar (leftist) memberi isyarat pengertian dalam pemikiran Barat untuk para pekerja, golongan miskin, dan orang- orang yang membutuhkan materi. Sedangkan dalam pengertian Arab Islam terminologi ini memberi pengertian sebaliknya, yaitu: golongan kaya, yang mendapat kemudahan materiil dan makmur.
Contoh lain adalah istilah al yamin (rightist) menunjukkan, dalam pemikiran Barat, pada pengertian golongan terbelakang, reaksioner dan statis (golongan kanan), sedangkan dalam pemikiran Arab Islam, istilah ini dipakai untuk orang-orang yang beriman dan beramal shalih (ashhab al yamin): menyambut seruan Tuhan mereka, menyadari dan mengimani hari perhitungan dan mereka menerima catatan amal dengan tangan kanan (al yamin), yaitu kekuatan, keteguhan, dan ketenangan. Oleh karena itu – sebagaimana telah dikemukakan terdahulu — Ibnu Badis (1189-1940) memohon dalam doanya kepada Allah dengan ucapan:
“Ya Allah, jadikanlah hamba di dunia termasuk ahl al yasar (orang yang mendapat kemudahan material) dan jadikanlah hamba di akhirat termasuk ahl al yamin (orang yang menerima catatan amalnya dengan tangan kanan atas iman dan amal sholehnya)!.”
Fundamentalisme dalam lingkungan Barat adalah, pada dasarnya, sebuah gerakan Protestan yang tumbuh di Amerika dan muncul pada abad 19 Masehi dari kalangan gerakan yang lebih luas yaitu Messianik yang meyakini kembalinya Kristus secara fisik ke dunia sekali lagi untuk memerintah dunia selama seribu tahun yang mendahului hari pembalasan dan perhitungan.
Sikap pemikiran yang membedakan faham fundamentalisme ini adalah interpretasi harfiah terhadap kitab Injil dan teks-teks agama yang diwarisi, dan sikap menentang mentah-mentah terhadap warna interpretasi lain apapun terhadap teks-teks ini, meskipun – seperti yang banyak terjadi – berupa teks-teks alegoris (majazi) spirituil dan simbol-simbol sufistik, disamping menentang kajian kritis yang ditulis tentang Injil dan Kitab Suci. Berangkat dari penafsiran harfiah terhadap Injil tersebut kaum fundamentalis Protestan meyakini kembalinya Kristus secara jasadiah untuk memerintah dunia selama seribu tahun, sebab mereka menafsirkan “Mimpi Yohanes” (Kitab Mimpi pasal 10, ayat 1-10) dengan penafsiran harfiah.
Setelah fundamentalisme menjadi satu aliran terpisah pada awal abad 20, maka berkembang luas pandangan yang menentang sekularisme, melalui seminar, lembaga-lembaga dan tulisan-tulisan para tokoh mereka yang menyerukan permusuhan terhadap realitas dan menolak kemajuan; dan memusuhi masyarakat sekuler dengan segala aspek positif maupun negatifnya. Mereka, sebagai contoh, mengaku mendapatkan ajaran langsung dari Tuhan, dan mengarah pada pola hidup eksklusif dan menjauhi interaksi dengan kehidupan sosial yang ada, menolak interaksi dengan kenyataan hidup; memusuhi akal dan fikiran ilmiah serta penemuan-penemuan ilmiah; menjauhi perguruan tinggi tetapi mendirikan lembaga-lembaga pendidikan khusus bagi mereka; menolak aspek-aspek positif kehidupan sekuler, apalagi segi-segi negatifnya: mulai dari aborsi, keluarga berencana, abnormalisme seksual, hingga pembelaan hak-hak pelaku penyimpangan seksual; dari alkoholisme, obat-obat terlarang hingga masalah sosialisme.
Gerakan fundamentalisme pada dasawarsa pertama abad 20 telah menyaksikan sejumlah seminar yang melahirkan sejumlah organisasi, yang paling menonjol di Amerika di antaranya adalah: “Perkumpulan Kitab Suci”, pada tahun 1902 atau yang dikenal dengan nama “The Society of the Holy Scripture”. Organisasi ini menerbitkan 12 penerbitan dengan nama Fundamentals, sebagai pertahanan dan pembelaan terhadap interpretasi tekstual terhadap Injil dan sekaligus serangan terhadap kritik dan interpretasi kontekstual terhadap Injil. Disamping The Society of the Holy Scripture, juga muncul “Lembaga Kristen Fundamentalis Internasional” dan “Perhimpunan Fundamentalis Nasional”, pada tahun 1919.
Inilah terminologi fundamentalisme di Barat dan pemahaman yang dekenal di kalangan Kristen.31) Sedangkan menurut kacamata Arab dan Islam, tidak ditemukan dalam referensi klasik secara etimologis maupun terminologis tentang kata fundamentalisme ini, melainkan yang ditemukan adalah akar kata “al Ashl” yang berarti bagian paling dasar dari sesuatu dan hitungan. Bentuk jamak kata ashl adalah Ushul, yang dapat ditemukan dalam ayat-ayat Al Quran.
“Apa saja yang kamu tebang berupa pohon kurma (milik orang-orang kafir) atau yang kamu biarkan (tumbuh) berdiri di atas pohonnya, maka semua itu adalah dengan izin Allah.” (Al Hasyr: 5)
Jika dikatakan: pendapat mendasar (ra’yashil) berarti pendapat yang mempunyai landasan argumen. Jadi kata ashl (fundamental) juga memberi pengertian dasar atau pokok atau pangkal, sebagaimana dipakai dalam Al Quran:
“Sesungguhnya ia adalah sebatang pohon yang keluar dari dasar Neraka Jahim.” (Ash Shaaffat: 64)
Disamping itu, Ashl (fundamental) juga memberi arti akar, sebagaimana ditemukan dalam Al Quran:
“Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamnaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya menjulang ke langit.“ (Ibrahim: 24)
Fundamentalisme lawan katanya adalah parsialisme, prinsipil lawan kata sekunder, atau tambahan, atau cadangan.
Kata Ashl digunakan untuk hukum, atau kaidah yang cocok dan bersesuaian dengan masalah-masalah yang bersifat partikular, dengan kondisi lama, sebagaimana dapat dijumpai dalam kata-kata para ulama Ushul Fiqih: “Pada dasarnya segala sesuatu itu boleh (mubah) dan suci.“ Kata ushul berarti prinsip-prinsip yang dapat diterima. Di kalangan ulama ushul (ushuliyun), kata Ashl dipakai dalam berbagai pengertian.
Pengertian pertama adalah dalil, sebagaimana jika dikatakan: “Landasan (ashl) masalah ini adalah Al Kitab dan As Sunnah.“ Kedua, adalah kaidah umum. Ketiga adalah yang kuat atau yang lebih dapat diterima (rajih).32)
Dalam peradaban Islam banyak bidang ilmu yang mempunyai inisial ushul, di antaranya: Ushul Ad Din, yaitu Ilmu Kalam, Tauhid, Fiqih Akbar; Ushul Fiqh, yaitu ilmu tentang kaidah-kaidah dan bahasan yang mengantarkan pada istimbat (deduksi) hukum-hukum syari’ah amaliah dari dalil-dalil tafshili; dan Ushul Hadits, atau yang sering disebut dengan Mushthalah Al Hadits.
Demikianlah tradisi peradaban Islam tidak mengenal istilah ushuliah (fundamentalisme) seperti pengertian yang dikenal oleh Barat tentang terminologi ini. Bahkan para ulama modern pun, yang menggunakan istilah ushuliyah dalam pembahasan-pembahasan ushul fiqih tetap dengan pengertian: kaidah-kaidah ushuliyah tasyri’iyah, yang diambil dari nash-nash yang menetapkan prinsip-prinsip tasyri’iyah umum seperti:
  1. tujuan umum dari tasyri’ (sistem hukum syari’ah);
  2. apa hak Allah dan apa hak manusia mukallaf (yang dikenai beban hukum syari’ah);
  3. masalah yang dicari hukumnya dengan ijtihad;
  4. penghapusan hukum; dan
  5. kontradiksi dan mencari hukum yang lebih kuat (at ta’arudh wa at tarjih).
Semua ini tidak ada kaitannya dengan kandungan pengertian fundamentalisme seperti yang dipahami dalam peradaban Barat Kristen.
Terlepas dari penamaan istilah ini, apakah dalam aliran pemikiran Islam baik klasik maupun modern terdapat satu aliran yang menyikapi nash-nash agama seperti sikap golongan fundamentalisme Barat, lalu menafsirkan Al Quran dan sunnah secara harfiah, menolak segala bentuk majaz dan ta’wil (alegoris) terhadap ayat apapun meskipun tampak jelas isyarat makna yang bertentangan dengan nalar akal, hingga seperti sikap aliran fundamentalis Nasrani terhadap Injil dan Kitab Suci? Apakah terdapat alasan untuk mengatakan tentang adanya “fundamentalisme Islam” dengan pengertian Barat yang negatif ini? Semua aliran pemikiran Islam klasik, baik minoritas ahli atsar, ahlis hadits, zhahiri (tekstualis), atau mayoritas ahli ra’yi (rasionalis) telah menerima teks-teks alegoris agama dan ta’wil (menafsirkan nash di luar konteks isyarat makna eksplisit). Bahkan hampir menjadi ijma’ bahwa teks-teks yang tidak dapat di-ta’wil itulah yang disebut dalam istilah ushul fiqih dengan nash dan jumlahnya tidak banyak.
Sedangkan kebanyakan teks mempunyai peluang bagi pendapat akal, ta’wil dan ijtihad.
Perbedaan dan keragaman antara aliran-aliran pemikiran Islam ini adalah dalam mengambil jalan tengah terhadap ta’wil, atau memilikinya. Tidak ada satu madzhab pun dalam Islam yang secara mutlak menolak teks-teks alegoris.
Ibnu Rusyd (1126-1198) mendefinisikan, ta’wil adalah mengeluarkan isyarat kata yang hakiki kepada isyarat alegoris tanpa membuang kebiasaan yang berlaku dalam bahasa Arab dalam menyebutkan sesuatu: dengan sesuatu yang serupa atau penyebabnya, atau kata yang menjelaskan berikutnya, atau perbandingannya, atau sesuatu yang lainnya yang termasuk kategori kata alegoris.”) Sedangkan Imam al Ghazali (1058-1111) lebih luas memandang wilayah ta’wil yang dapat diterima menjadi lima tingkatan karena adanya sesuatu yang terdapat dalam nash. Tingkat-tingkat ta’wil ini mengantar pelakunya ke masalah membenarkan dan mempercayai; menolak tuduhan, mendustakan dan zindiq. Tingkat-tingkat ini adalah:
  1. Wujud dzati: yaitu wujud hakiki yang ada di luar rasa dan akal, akan tetapi citarasa ini mengambil satu persepsi tentang wujud itu, dan pengambilan persepsi ini disebut idrak.
  2. Wujud hissi: yaitu yang terefleksi pada daya penglihatan mata yang tidak hanya ada pada wujudnya di luar mata tetapi hanya ada pada citarasa dan dialami khusus oleh yang bercitarasa, tidak yang lainnya, seperti penglihatan yang dialami oleh orang yang sedang tidur, bahkan juga dialami oleh orang sakit yang sedang dalam keadaan jaga.
  3. Wujud khayali. yaitu wujud yang diciptakan oleh daya khayal atau imaginasi tentang sesuatu yang bersifat indrawi bilamana tidak hadir dalam citarasa. Wujud ini ada dalam otak, tidak di alam luar.
  4. Wujud ‘Aqli: yaitu pada sesuatu yang mempunyai ruh, hakikat dan makna, seperti tangan umpamanya; ia memiliki bentuk indrawi dan imaginasi; ia memiliki makna yang menjadi realitas pokoknya, yaitu daya dan kemampuan memukul. Makna dan hakikatnya ini adalah wujud tangan yang ada dalam akal.
  5. Wujud syabahi: yaitu sesuatu yang sama ada, t1dak dalam bentuknya, tidak dalam hakekatnya, tidak di luar, tidak dalam citarasa, tidak dalam alam imagnasi, dan tidak pula dalam akal, melainkan yang ada adalah sesuatu lain yang mirip dengannya dari sisi-ciri-cin maupun sifat-sifatnya.
Siapa saja yang menempatkan sabda Nabi dan nash suci pada salah satu tingkatan tersebut maka ia termasuk orang-orang yang membenarkan, karena pendustaan adalah menolak semua makna yang ada pada tingkat-tingkat ini dan memandang bahwa apa yang terkandung dalam nash adalah dusta. Yang demikian itu adalah kekufuran dan zindiq. Menurut Imam al Ghazali, orang-orang yang melakukan ta’wil tidak dengan sendirinya menjadi kafir, selama mereka berpegang pada kaidah-kaidah ta’wil. Kemudian Imam al Ghazali menegaskan bahwa setiap madzhab dalam Islam telah mengambil jalan ta’wil karena tidak ada jalan lain selain men-ta’wil. Dan orang yang paling jauh dari ta’wil ialah Ahmad bin Hanbal (780-855). Dikatakan bahwa ia menyatakan diri men-ta’wil tiga hadits yang di antaranya terdapat sisi ta’wil yang paling jauh. Ia hanya melakukan ta’wil atas ketiga hadits ini karena ia tidak menoleh pada pandangan akal. Sedangkan aliran Asy’ariah dan Mu’tazilah, dikarenakan keduanya begitu serius dalam pembahasan tema-tema yang ada dalam teks-teks alegoris sehingga berlebihan dalam men-ta’wilkan. Golongan ‘Asy’arah men-ta’wil-kan banyak teks-teks zhahir tentang masalah-masalah akhirat dan golohgan Mu’tazilah jauh lebih banyak terlibat dalam ta’wil.
Jadi tidak ada di antara madzab Islam klasik yang menyikapi – secara mutlak dan konsisten — dengan berhenti pada makna harfiah nash dan menolak ta’wil apapun hingga terminologi fundamentalisme dapat dikenakan dalam pengertian Barat terhadap Islam.
Karena modernitas Islam tetap mempunyai ciri keaslian Islam klasik, maka trend pemikiran Islam modern tidak mengandung trend sikap seperti yang ada di Barat Kristen tentang teks-teks alegoris, ta’wil dan tafsir harfiah, sehingga aliran yang berkembang tidak sama dengan fundamentalisme yang berkembang di Barat Kristen. Muhammad Abduh (1849-1905) menjadikan asas mendahulukan akal dari pada lahiriah syara’ pada saat adanya pertentangan, sebagai salah satu prinsip Islam. Ia menyatakan: “Para pemeluk agama Islam sepakat, kecuali segolongan kecil yang tidak sependapat, bahwa apabila terdapat pertentangan antara akal dan naql (teks suci) maka yang berlaku adalah isyarat pemahaman akal. Lalu cara menyikapi dalil naql ini ada dua jalan. Pertama, menerima keabsahan naql apa adanya, dengan mengakui kelemahan dalam memahaminya serta menyerahkan masalah ini kepada Allah. Kedua, men-ta’wil-kan dengan tetap menjaga kaidah-kaidah bahasa agar maknanya bersesuaian dengan pemahaman akal. Dengan prinsip ini, yang acuannya adalah al Qur’an dan sunnah serta perbuatan Nabi, maka terbukalah setiap jalan bagi akal, semua kendala dapat disingkirkan, dan medan menjadi luas tanpa batas.” Ini satu paham yang sangat jauh dari fundamentalisme dalam pengertian dan terminologi Barat.
Syaikh Muhammad Rasyid Ridha (1865-1935) merupakan rantai penghubung antara Muhammad Abduh dan Syaikh Hasan al Banna (1906-1949) sehingga Hasan al Banna telah menjadikan kitab karya Muhammad Abduh yang di dalamnya terdapat teks yang telah diketengahkan itu, yaitu dalam “Al Islam wa An Nashraniyah ma’a Al Ilm wa Al Madaniyah,” sebagai materi pembinaan dalam jama’ah Al Ikhwan Al Muslimin. Ia melukiskan tentang jama’ahnya sebagai satu gerakan pembaruan bagi kehidupan masyarakat dan bangsa-bangsa.” Dan ia menafikan kemungkinan pertentangan pandangan syar’i dengan pandangan akal dalam dalil yang bersifat qath’i (pasti), sehingga hakikat amaliah tidak akan berbenturan dengan kaidah syari’ah yang telah ditetapkan. Sedangkan dalil yang bersifat zhanni di-ta’wil-kan agar selaras dengan yang qath’i. Akan tapi jika keduanya bersifat zhanni maka yang didahulukan adalah yang pandangan syar’i agar pandangan akal menjadi tegak atau sebaliknya hancur. Islam datang dengan merinci permasalahan secara jelas, lalu mengkombinasikan antara iman kepada hal hal yang gaib dengan daya penalaran akal. Kepada pemikiran dengan corak ini, yaitu yang mengkombinasikan antara yang bersifat gaib dan pengetahuan akal, Islam mengajak manusia.” Sikap ini tidak ada kaitannya dengan kandungan pengertian fundamentalisme seperti yang dipahami oleh Barat Kristen.
Sebagian penulis Barat yang memakai terminologi fundamentalisme untuk kebangkitan Islam kontemporer, berbicara tentang hubungan kebangkitan ini dengan masa lalu Islam. Mereka menjadikan sikap kebangkitan ini terhadap masa lalu dan warisan Islam bertolak belakang dengan sikap kaum fundamentalis Barat terhadap masa lalu dan warisan tradisi Kristen mereka. Jika pengertian Barat tentang fundamentalisme adalah kembali ke masa lalu, memusuhi kekinian dan masa depan, tetapi kebangkitan Islam kontemporer — menurut para penulis Barat tersebut — mengambil sikap yang berbeda dalam hubungannya dengan masa lalu dan pandangannya terhadap masa lalu itu serta hubungannya dengan masa depan. Kebangkitan Islam ini tidak ingin menghidupkan masa lalu dan tidak dengan cara yang dilakukan oleh aliran-aliran statis dan konservatif, melainkan kebangkitan yang memandang masa lalu ini untuk dijadikan petunjuk untuk masa depan. Yang demikian itu, menurut para penulis Barat tersebut, menjadikan kelompok kebangkitan ini dinilai sebagai kelompok revolusioner bukan konservatif.
Pandangan seperti ini terhadap kebangkitan Islam kontemporer dianut di antaranya oleh mantan presiden Amerika Serikat, Richard Nixon, yang ia kemukakan dalam bukunya “Seize the Moment”: “Mereka itulah yang digerakkan oleh kebencian mendalam terhadap Barat. Mereka bertekad mengembalikan peradaban Islam masa lalu dengan membangkitkan kembali masa lalu dengan tujuan menerapkan syari’ah Islam dan rnenyerukan bahwa Islam adalah agama dan negara. Meskipun mereka memandang ke belakang, ke masa lalu, akan tetapi mereka menjadikan masa lalu itu petunjuk untuk masa depan. Mereka itu bukan golongan konservatif melainkan revolusioner.”
Bahkan sejumlah besar orientalis kontemporer khususnya para expert dalam pemikiran Islam dan mempunyai komitmen lebih besar pada standar pemikiran yang berbeda dengan bahasa pers menolak secara tegas penggunaan terminologi fundamentalisme untuk fenomena kebangkitan Islam modern dan kontemporer. Menyambung lidah mewakili mereka itu, onentalis Perancis Jack Perek mengemukakan: “Saya menolak istilah fundamentalisme, sebab terminologi ini datang dari karakter dalam Gereja Katolik Perancis. Disana ada kaum Muslimin awam disamping golongan Muslim Islamis yang memperkokoh keyakinan pada kemampuan Islam untuk menemukan solusi yang sesuai bagi masalah-masalah kehidupan sehari-hari dan kemampuan membangun sebuah negara dan berbagai institusi. Mereka tidak hanya berhenti pada karakter dasar agama Islam saja. Dari sinilah mengapa mereka disebut Islamis. Mereka adalah gerakan yang berbeda-beda antara satu dengan lainnya, akan tetapi bertemu dalam satu ajakan yang menyerukan kembali kepada dasar-dasar, khususnya dasar al Qur’an sebagai ajaran yang dipandang dapat memberi solusi terhadap masalah-masalah yang ditimbulkan oleh dunia modern. Ajakan ini diserukan dalam rangka menghadapi masyarakat-masyarakat yang menempatkan diri sejak seratus tahun dalam paham Barat akan tetapi belum meraih hasil yang diharapkan.”
Bersama Jack Perek dalam menolak penggunaan istilah fundamentalisme yang mengandung pengertian Barat yang negatif terhadap fenomena kebangkitan Islam kontemporer, sejumlah besar onentalis di antaranya orientalis Amerika Roger Owen, onentalis Spanyol Cannan Roath, orientalis Rusia Vitalli Naumkin, orientalis Inggris Homy Pope dan Robin Ostle, serta onentalis lamnya mempunyai pandangan sama.
Demikian jelas perbedaan antara pengertian istilah fundamentalisme yang dipahami oleh Barat Kristen dan pengertian istilah ini dalam tradisi Islam dan pemikiran Islam klasik maupun kontemporer. Kaum fundamentalis di Barat adalah mereka yang statis dan didominasi oleh sikap taklid yang memusuhi ilmu pengetahuan, teks alegoris, ta’wil dan penalaran akal; menarik diri dari modemitas; berpegang pada penafsiran harfiah terhadap teks-teks agama. Sedangkan kaum fundamentalis (ushuliyun) dalam peradaban Islam ialah para ulama ushul fiqih yang mewakili salah satu bidang kontribusi umat Islam dalam kajian ilmu-ilmu akal. Yaitu bahwa mereka adalah para pakar dalam bidang pengambilan kesimpulan hukum (istinbath), menggunakan dalil melalui isyarat teks agama (istidlal), ijtihad, dan pembaruan (tajdid), yang menjadikan terminologi fundamentalisme satu bentuk campuran pemikiran yang timbul dari tidak adanya perbedaan antara pengertian yang berbeda-beda — dan kadang-kadang bertentangan – yang diletakkan oleh bermacam peradaban dan wadah satu terminologi yang beredar di kalangan para pemilik peradaban-peradaban ini.
Kata Muslim dipakai untuk orang yang memeluk Islam di antara umat dan khalayaknya. Sedangkan Islamis ialah orang yang mempunyai “proyek” untuk mengadakan perubahan, pembaharuan serta kebangkitan, yang mana referensinya adalah Islam.